Selasa, 15 Maret 2011

Tsunami Jepang dan Dilema Rencana Bantuan NGO Indonesia

Jakarta - Musibah besar di dunia kembali terjadi, kali ini giliran Jepang. Gempa berkekuatan 8,9 skala richter yang disusul tsunami di sejumlah propinsi di  Jepang, pada 11 Maret lalu, menyisakan duka mendalam bukan hanya bagi warga Jepang, tapi juga warga negara Indonesia yang sedang beraktivitas di sana, baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai mahasiswa. Bahkan hingga beberapa hari pasca kejadian, masih ada sejumlah warga Indonesia yang belum diketahui nasibnya. Sementara sejumlah warga Indonesia yang sudah berhasil kontak dengan anggota keluarganya di Jepang, kini dicekam kecemasan, karena khawatir gempa dan tsunami susulan, belum lagi kekhawatiran akan bahaya radiasi yang muncul dari rusaknya PLTN di sana.

Inilah tsunami yang menerjang belahan timur laut Jepang di propinsi Sendai, di pulau utama Honshu  Jepang. Tsunami ini dipicu gempa berkekuatan 8,9 pada skala richter. Bahkan peristiwa yang terjadi 11 Maret lalu, tercatat sebagai gempa dan tsunami terbesar dalam
sejarah gempa di Jepang, sejak 1.200 tahun terakhir, dan tercatat sebagai salah satu gempa terbesar di dunia, sejak dimulainya pencatatan  gempa modern.

Ketinggian gelombang laut yang mencapai 10 meter dengan kecepatan gelombang sekitar seribu kilometer perjam, menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur di sejumlah wilayah yang diterjang gempa dan tsunami, seperti Miyagi, Sendai dan Iwate. Gempa dan tsunami kali ini juga merenggut ribuan jiwa manusia, dan merusak reaktor nuklir di Fukumi. Selain warga Jepang yang terkena musibah, gempa dan tsunami ini juga membuat cemas sejumlah warga Indonesia, yang memiliki keluarga di wilayah gempa.

Melihat kondisi musibah seperti ini, tentu saja banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/Non Non-Governmental Organization (NGO) Indonesia yang tidak tinggal diam. Salah satunya yang segera bergerak dan melakukan koordinasi dengan jaringan yang dimilikinya di Jepang adalah Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU. 

Aktivitas PKPU Membantu Warga Indonesia di Jepang
PKPU sebagai salah satu NGO di Indonesia tidak tinggal diam. Lembaga yang bertekad untuk membangun kemandirian rakyat Indonesia dengan memperluas lingkup kerjanya sebagai Lembaga Kemanusiaan Nasional kini semakin membuktikan diri memiliki jaringan internasional yang luas. Sebagai Kiprah PKPU sebagai pegiat kemanusiaan terukir jelas dalam partisipasinya berdampingan dengan NGO internasional dari manca negara mengatasi keadaan darurat tanggap bencana serta fase pembangunan kembali bencana-bencana besar yang sebelumnya pernah menimpa tanah air kita seperti gempa bumi dan tsunami di Aceh, Yogyakarta, dan beberapa peristiwa lainnya.

Sebagai lembaga yang semakin kokoh dalam menangani isu-isu kemanusiaan global maka tuntutan standarisasi kerja serta pengembangan program telah mencambuk PKPU untuk mengedepankan peningkatan mutu program dan layanan dengan menghasilkan kontribusi yang solutif bagi masyarakat. Tuntutan tersebut dijawab dengan diterimanya PKPU sebagai ”NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations” pada 21 Juli 2008, yang menuntut akuntabilitas kinerja kemanusiaan secara periodik sebagai konsekuensi status yang disandang. Kemudian pada tahun 2010, PKPU juga telah resmi terdaftar sebagai Organisasi Sosial Nasional berdasarkan keputusan Menteri Sosial RI No 08/Huk/2010.

Setelah gempa dan tsunami terjadi di Jepang, PKPU segera membentuk tim di sana. Tim Kemanusiaan PKPU untuk Jepang merupakan jaringan PKPU yang ada di Jepang. Tim ini terdiri dari Saiful Anwar, Purwadi, dan Sarno. Tim ini berangkat Minggu pagi (13/3/2011) pukul 09.00 waktu setempat menggunakan Mitsubishi minicar. Perjalanan Tim Kemanusiaan PKPU ini melalui daerah Murakami, Oguni, Nan-yo, Yamagata, Seki-Sasaya, Sendai. 

Dengan jalur jalan yang ditempuh jalur 7 (Niiigata-Murakami), jalur 113 (Murakami-Nanyo), jalur 13 (Nanyo-Yamagata), dan jalur 286 (Yamagata-Sendai) lalu masuk sebentar ke jalan tol di antara Sekizawa-Sasaya saat menelusuri jalur 286.

Perjalanan sekitar 225 kilometer ini ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam. Bersyukur, tidak ada halangan berarti, hanya saat memasuki wilayah Sendai, beberapa ruas jalan dan sambungan jembatan nampak terbelah dan mengalami pergeseran dan kondisi terakhir di Sendai sampai Sabtu malam pukul 21.00 waktu setempat, dan lampu baru bisa menyala Minggu sore (13/3/2011) di daerah sekitar tempat pengungsian orang Indonesia.
Namun, terlihat masih banyak rumah penduduk yang lampunya terlihat masih padam. Terjadi kebakaran di sekolah tempat pengungsian tersebut, diduga berasal dari korslet kabel ketika listrik mulai dinyalakan. Saat malam hari, suasana di pinggiran Kota Sendai masih gelap gulita, listrik dan lampu lalulintas masih padam. Pembelian gasolin sangat dibatasi dan hanya satu-dua gasoline stand yang bisa melayani pembelian, sehingga terjadi antrian mobil sangat panjang sekitar 1-2 km.

Tidak saja antrian mobil, juga antrian orang yang ingin membeli makanan terjadi di mini market yang sampai saat ini masih jarang buka. Food shortage, air belum mengalir. Toshi-gas belum bisa digunakan sehingga banyak yang memasak dengan kayu bakar di luar rumah.

Dilemma Relawan Indonesia di Jepang
Di tengah sejumlah rencana lanjutan yang akan disiapkan PKPU sebagai salah satu NGO di bawah Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations (ECOSOC) sejumlah masukan diberikan beberapa pihak terkait rencana aktivitas PKPU di Jepang, termasuk rencana menambah SDM yang akan dikirimkan ke sejumlah lokasi bencana di sana. Baik SDM PKPU yang selama ini telah menjadi jaringan dan mitra PKPU di Jepang maupun kemungkinan mengirimkan relawan dari tanah air.

Sejumlah dilemma yang kini muncul saat akan membantu warga yang kena musibah di Jepang adalah bahwa perkembangan terkini di sana semakin mengkhawatirkan. Terutama melihat perkembangan PLTN jepang di Fukushima terkini yang semakin membahayakan. Terutama bila terjadi kemungkinan terjadinya ledakan yang bisa menimbulkan bahaya dan ancaman radiasi yang serius. 

Beberapa pihak mengatakan : “Mohon dipikirkan lagi ya … gempa kali ini agak berbeda dengan di tempat lain. Kalau tempat lain ada gempa dan tsunami saja kalau di sini ditambah radiasi nuklir karena PLTN nya ada kemungkinan meledak”. (Nana Sudiana)

sumber: http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/03/15/tsunami-jepang-dan-dilema-rencana-bantuan-ngo-indonesia/




Dokumentasi:



0 komentar:

Posting Komentar