Rabu, 16 November 2011

Kebersamaan dalam Qurban

Sebuah Catatan Perjalanan Qurbannya Orang Jerman di Indonesia

Berbuat kebaikan ternyata tak mesti mulus tanpa masalah. Kadang ada saja hambatan yang muncul yang mengganggu lurusnya niat ini terus dimiliki. Ini pula yang terjadi pada tim kami. Sebuah tim kecil yang menjadi bagian dari Tim Sebar Qurban Nusantara (SQN) PKPU yang bekerja sama dengan IGMG Jerman. Qurban dari salah satu NGO yang ada di Jerman ini berjumlah 2100 pequrban dari warga muslim Jerman. Jumlah ini sendiri merupakan bagian dari lebih sepuluh ribuan (catatan hingga sebelum Iedul Adha, saat kami mulai bergerak ke lapangan).


Keseluruhan tim di pecah ke dalam 5 tim kecil dengan jumlah masing-masing kelompok 2 hingga 3 orang. Masing-masing tim ini akan mengunjungi lokasi-lokasi berbeda yang telah di tentukan. Tim pertama berangkat ke Aceh dan sekitarnya, tim kedua berangkat ke Jabodetabek dan Yogyakarta, tim ketiga berangkat ke Bali dan NTT, tim keempat berangkat ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara, dan tim kelima berangkat ke Ambon dan NTB.

Tim kami merupakan tim yang spesial, bukan karena dekatnya lokasi kami dengan Jakarta, tapi lebih karena lokasi yang kami kunjungi benar-benar berbeda dan spesifik. Untuk di sekitar Jakarta, tim kami bertugas di kawasan Bantar Gebang. Kawasan ini merupakan “keranjang sampah” terbesar di seluruh Indonesia, karena memang Bantar Gebang ini merupakan Tempat Penampungan Akhir (TPA) untuk menampung sampah dari seluruh warga Jakarta dan sekitarnya. Di sekitar lokasi pemotongan dan pendistribusian hewan qurban yang kami kelola, warga yang hadir rata-rata adalah bagian dari komunitas pemulung yang mengandalkan kehidupannya dari pengelolaan sampah yang menggunung di sana.

Selama acara di Bantar Gebang Alhamdulillah semuanya lancar. Masalah justeru menimpa kami ketika hendak terbang ke Yogyakarta. Saat semua penumpang pesawat telah berada di kursi masing-masing dan informasi keselamatan penerbangan telah disampaikan ternyata tak lama kemudian menyusul diinformasikan kalau kami harus turun kembali ke ruang tunggu. Pesawat sebenarnya tak ada kendala, yang justeru masalah adalah bandara yang akan kami singgahi ternyata mengalami kerusakan sistem lampu di landasan pesawat. Jadilah akhirnya kami berangkat paginya pun itu tidak langsung ke Yogyakarta, melainkan melalui bandara yang ada di Kota Surakarta. Sesaat sampai, kendalanya ternyata masih ada. Bagasi kami entah kenapa tidak terangkut bersama kami. Bagasi kami baru menyusul jam satu siang ketika kami berada di lapangan untuk melaksanakan proses qurban di pelosok desa di Gunung Kidul sana.

Dengan pakaian sisa yang kami miliki kami langsung ke lokasi acara di Kecamatan Tepus, Gunung Kidul. Perjalanan yang kami tempuh cukup melelahkan, bukannya sekedar jaraknya yang cukup jauh tapi lebih pada medan jalan yang kami lalui cukup membuat tidak nyaman seisi mobil yang kami tumpangi. Jalanan batu yang kami lewati bukan sekedar terjal, bahkan berliku-liku mengikuti kontur perbukitan gunung karst yang terkesan gersang dan panas.

Semua kelelahan perjalanan Alhamdulillah terbayar lunas sesaat kami berada di lokasi penyembelihan dan pendistrubusian hewan qurban. Selain melihat hewan sapi qurbannya yang besar dan gemuk dan tampak sangat sehat, keramahan dan antusiasme penduduk di sana pun luar biasa. Tua muda, lelaki perempuan bahkan juga anak-anak berkumpul layaknya ada pesta dan keramaian besar di desa ini. Desa ini sendiri merupakan tiga desa yang menjadi bagian dari 8 sapi yang kami distribusikan. Desa tersebut bernama desa Giri Panggang, Tepus dan Purwodadi yang ada dibawah kecamatan Tepus Gunung Kidul.

Menurut salah satu tokoh masayarakat yang hadir di sana, yakni Ngadiono yang juga sekaligus Kepala Padukuhan di lokasi penyembelihan. Katanya atas nama seluruh wargaia sangat-sangat menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan kurban yang diberikan IGMG lewat PKPU. Ia juga menyampaikan kalau warganya di sana (salah satu titik penistribusian) berjumlah 397 KK atau setara 1600-an jiwa selama kemarau kemarin cukup menderita karena mereka berada dalam kondisi kekeringan. Mereka menjual apa saja demi utk mendapat air bersih untuk menyambung hidup mereka. Air bersih bagi warga laksana emas ketika musim kemarau, sangat sulit di dapat dan teramat mahal harganya. (PKPU/Nana Sudiana)

0 komentar:

Posting Komentar